Jumat, 19 Januari 2018

Improving program

KETUNDUKAN DALAM KEPEKAAN

Banyak org bahagia mendapatkan pujian, lalu kecewa mengabaikan kritikan.

Belajar ikhlas, bukan berarti lemah. Tapi lebih kepada belajar lebih dewasa, mengendalikan ego & amarah.

Mengawali pagi dengan berpihak pada pikiran positif, energi positif. Yang negatif, tenggelamkan!

Persahabatan sejati tidak terlihat dari banyaknya pertemuan. Tapi persahabatan sejati terlihat dari tulusnya seorang sahabat menyebut nama sahabatnya dalam setiap doanya.

Bukan karena aku saja aku menjadi bisa, tetapi karena Tuhan menyertaiku, semuanya menjadi luar biasa.

Dalam hidup ini, kamu harus bicara tuk bisa didengar, tapi kadang kamu harus diam tuk bisa dihargai.

Mensyukuri hari ini, mengikhlaskan masalalu. Janganlah buang waktumu hanya untuk memikirkan hal yang sia-sia.

Seharusnya ada yg lebih layak kau syukuri drpd sebuah materi; kesehatan & waktu luang akan berkumpul bersama keluarga.

Tetesan embun

KEINDAHAN SYAHADATAIN



Kerjakan dengan Ikhlas, sebab bila engkau mengerjakan sesuatu hanya untuk dinilai orang maka, rasa capek yang berlipat ganda yang engkau dapatkan.

membahagiakan diri sendiri memang penting. tapi memberikan kebahagiaan pada orang lain adalah salah satu cara agar kebahagiaan menghampiri kita.

semua orang punya cara tersendiri untuk meraih keberhasilan, tetapi kuncinya mereka berani mencoba, bukan memikirkan gagal terlebih dahulu

Berpikir bijaksana itu mudah, yang sulit itu menjaga agar tidak bertindak ceroboh.

Kerjakan dengan Ikhlas, sebab bila engkau mengerjakan sesuatu hanya untuk dinilai orang maka, rasa capek yang berlipat ganda yang engkau dapatkan.

Ketika seseorang mengatakan hal yg buruk tentang dirimu, itu karena dia tak punya sesuatu yg baik tuk dikatakan tentang dirinya.

Ada saat dimana kita harus berhenti sejenak, menengok ke belakang tuk menata langkah kedepan lalu bersyukur.

Jangan menyerah pada sesuatu yg berarti bagimu. Memang sulit jika awalnya kamu gagal, tapi akan lebih sulit jika nanti kamu menyesal.

Jangan menyerah pada sesuatu yg berarti bagimu. Memang sulit jika awalnya kamu gagal, tapi akan lebih sulit jika nanti kamu menyesal.

Jangan menyerah pada sesuatu yg berarti bagimu. Memang sulit jika awalnya kamu gagal, tapi akan lebih sulit jika nanti kamu menyesal.

Memfitnah menggunjing adalah pekerjaan mereka yang menjadi takut saat melihat wajah, dan sedikit kata dari mulut anda yang disertai kerja nyata membuat mereka bergetar.

Jangan menyerah pada sesuatu yg berarti bagimu. Memang sulit jika awalnya kamu gagal, tapi akan lebih sulit jika nanti kamu menyesal.

Senin, 16 Maret 2015

Pendidikan di Pesantren




            Bandungan berasal dari kata ngabandungan yang berarti "memperhatikan" secara seksama atau "menyimak". Bandungan (bandongan atau wetonan merupakan metode utama sistem pengajaran di lingkungan pesantren. Kebanyakan pesantren, terutama pesantren-pesantren besar menyelenggarakan bermacam-macam kelas bandungan (halaqoh) untuk mengajarkan mulai kitab-kitab elementer sampai tingkat tinggi, yang diselenggarakan setiap hari (kecuali hari Jumat), dari pagi buta setelah shalat shubuh sampai larut malam.
Pengajian pesantren sistem bandongan / wetonan adalah sistem transfer keilmuan atau proses belajar mengajar yang ada di pesantren salaf di mana kyai atau ustadz membacakan kitab, menerjemah dan menerangkan. Sedangkan santri atau murid mendengarkan, menyimak dan mencatat apa yang disampaikan oleh kyai. Kelompok kelas dari sistem bandongan ini disebut halaqah yang artinya sekelompok siswa yang belajar dibawah bimbingan seorang guru.
Pada  kebanyakan pesantren salafi (tradisional), metode klasik kegiatan belajar mengajarnya terdiri dari dua bentuk, yakni 1) Sorogan, dan 2) Bandungan (Sunda; di Jawa dikenal dengan istilah bandongan atau wetonan). Sistem sorogan disebut pula dengan sistem individual (individual learning). Sedangkan, sistem bandungan (bandongan atau wetonan) disebut pula dengan sistem kolektif (collectival Learning atau together learning). 

Sistem Sorogan
        Sistem sorogan adal sistem membaca kitab secara individul, atau seorang murid nyorog (menghadap guru sendiri-sendiri) untuk dibacakan (diajarkan) oleh gurunya beberapa bagian dari kitab yang dipelajarinya, kemudian sang murid menirukannya berulang kali.  Pada prakteknya, seorang murid mendatangi guru yang akan membacakan kitab-kitab berbahasa Arab dan menerjemahkannya ke dalam bahasa ibunya (misalnya: Sunda atau Jawa). Pada gilirannya murid mengulangi dan menerjemahkannya kata demi kata (word by word) sepersis mungkin seperti apa yang diungkapkan oleh gurunya. Sistem penerjemahan dibuat sedemikian rupa agar murid mudah mengetahui baik arti maupun fungsi kata dalam suatu rangkaian kalimat Arab.
      Dengan cara sistem sorogan, setiap murid mendapat kesempatan untuk belajar secara langsung dari kyai atau pembantu kyai. Sorogan memungkinkan sang kiai dapat membimbing,mengawasi, menilai kemampuan murid. Ini sangat efektif guna mendorong peningkatan kualitas murid. Dari segi ilmu pendidikan modern, metode ini disebut metode independent learning, karena, antara santri dan kiai saling mengenal erat, kyai menguasai benar materi yang harusdiajarkan, dan murid akan belajar dan membuat persiapan sebelumnya, antara kyai dan santri dapat berdialog secara langsung mengenai materi.
    Sistem ini biasanya diberikan dalam pengajian kepada murid-murid yang telah menguasai pembacaan Qurán. Dalam sistem tersebut, murid diwajibkan menguasai cara pembacaan dan terjemahan secara tepat, dan hanya boleh menerima tambahan pelajaran bila telah berulang-ulang mendalami pelajaran sebelumnya. Sistem sorogan inilah yang dianggap fase yang tersulit dari sistemkeseluruhan pengajaran pesantren, karena di sana menuntut kesabaran kerajinan, ketaatan dan disiplin pribadi dari sang murid sendiri.  Murid seharusnya sudah paham tingkat sorogan ini sebelum dapat mengikuti pendidikan selanjutnya di pesantren. Sistem sorogan juga digunakan di ponpes tetapi biasanya hanya untuk santri baru yang memerlukan bantuan individual.
     Di sini banyak murid yang tdk menyadari bhw sebenarnya mrk hrs mematangkan diri dalam metode tsb sebelum dapat mengikuti sistem lainnya. Sebab pada dasarnya murid yang telah menguasai sistem sorogan inilah yang dapat memetik manfaat keilmuan dari sistem bandongan di pesantren.

Sistem Bandungan
         Bandungan berasal dari kata ngabandungan yang berarti "memperhatikan" secara seksama atau "menyimak". Bandungan (bandongan atau wetonan merupakan metode utama sistem pengajaran di lingkungan pesantren. Kebanyakan pesantren, terutama pesantren-pesantren besar menyelenggarakan bermacam-macam kelas bandungan (halaqoh) untuk mengajarkan mulai kitab-kitab elementer sampai tingkat tinggi, yang diselenggarakan setiap hari (kecuali hari Jumat), dari pagi buta setelah shalat shubuh sampai larut malam.
          Sistem bandungan adalah sistem transfer keilmuan atau proses belajar mengajar yang ada di pesantren salaf di mana kyai atau ustadz membacakan kitab, menerjemah dan menerangkan. Sedangkan santri atau murid mendengarkan, menyimak dan mencatat apa yang disampaikan oleh kyai. Dalam sistem ini, sekelompok murid mendengarkan seorang guru yang membaca, menerjemahkan, dan menerangkan buku-buku Islam dalam bahasa Arab. Kelompok kelas dari sistem bandongan ini disebut halaqah yang artinya sekelompok siswa yang belajar dibawah bimbingan seorang guru. Penyelenggaraan kelas bandungan dapat pula dimungkinkan oleh suatu sistem yang berkembang di pesantren di mana kyai seringkali memerintahkan santri-santri senior untuk mengajar dalam halaqah. Santri senior yang mengajar ini mendapat titel ustad (guru).
        Sistem bandungan (bandongan atau wetonan) dibangun di atas filosofis, bahwa 1) pendidikan yang dilakukan secara berjamaah akan mendapatkan pahala dan berkah lebih banyak dibandingkan secara individual, 2) pendidikan pesantren merupakan upaya menyerap ilmu dan barokah sebanyak-banyaknya, sedangkan budaya "pasif" (diam dan mendengar) adl sistem yang efektif dan kondusif untuk memperolah pengetahuan tersebut. 3) pertanyaan, penambahan, dan kritik dari sang murid pada kyai merupakan hal yang tidak biasa atau tabu, agar tidak dianggap sebagai tindakan su' al-adab (berakhlak yang tidak baik). Dlm sistem ini sekelompok murid (antara 5 sampai 500) mendengarkan seorang Guru/Kiai yang membaca,
menerjemahkan,menerangkan dan seringkali mengulas buku-buku Islam dalam bahasaArab. Setiap murid memperhatikan buku/ kitabnya sendiri dan membuatcatatan-catatan (baik arti maupun keterangan) tentang kata-kata atau buah pikiran yang sulit. Kelompok kelas dari sistem bandongan ini disebuthalaqah yang artinya lingkaran murid, atau sekelompok santri yang belajar di bawah bimbingan seorang guru. Metode pengajaran bandungan ini adalah metode bebas, sebab tidak ada absensi santri, dan tidak ada pula sistem kenaikan kelas. Santri yang sudah menamatkan sebuah kitab boleh langsung menyambung ke kitab lain yang lebih tinggi dan lebih besar.
       Ada dua macam bentuk materi kitab kuning, yaitu (1) Bentuk nadzm, yang ditulis dalam ritme syair (2) Bentuk essai (natsr) uraian-uraian masalah. Bentuk yang kedua sering merupakan komentar terhadap matn (original text), baik yang berupa essai (natsr) maupun nadzm, seperti kitab syarh (commentaries) Ibnu 'Aqil terhadap Alfiah, oleh Ibnu Malik, atau berupa essai yang diikuti oleh syawahid (bukti-bukti teoritis) yang ditulis dalam bentuk nadzm, atau tanpa keduanya. Dalam mengajarkan kitab yang di dalamnya ada nadzm, baik yang berfungsi sebagai matn ataupun syawahid, Kiai ataupun Guru menyuruh santri menghafalkan nadzm-nadzm yang ada, kemudian melafalkan tanpa membaca bersama-sama dengan lagu sesuai dengan bahr (aturan nada dan ritme syair Arab) yang ada setiap kali pengajian akan dilanjutkan.

Sistem Musyawarah atau Munadzarah 
         Pada beberapa pesantren salafiyah yang besar berkembang pula sistem musyawarah atau munadzarah. Para asatidz (guru-guru) ini dapat dikelompokkan ke dalam kelompok yunior (ustad muda), dan yang senior, mereka menjadi anggota kelas musyawarah. Satu dua ustad senior yang sudah matang dengan mengajarkan kitab-kitab besar akan memperoleh gelar kiai muda. Dalam kelas musyawarah sistem pembelajaran berbeda dengan sistem bandongan atau sorogan. Di sini para santri harus mempelajari sendiri kitab-kitab yang ditunjuk. Kiai memimpin sendiri kelas musyawarah seperti dalam forum seminar dan terkadang lebih banyak dalam bentuk tanya jawab, biasanya hampir seluruhnya diselenggarakan dalam wacana kitab klasik. Wahana tersebut merupakan latihan bagi santri untuk menguji keterampilan dalam menyadap sumber-sumber argumentasi dalam kitab-kitab Islam klasik.

Minggu, 15 Maret 2015

Esensi Pujian pada anak




Sebagai bagian dari proses disiplin, pujian penting untuk membentuk perilaku baik. Pujian yang dinyatakan dengan kata-kata, pelukan dan acungan jempol, bisa menjadi cara ampuh untuk membentuk perilaku yang baik dan memotivasi anak untuk melakukan hal yang baik. Bagi anak, pujian itu penting karena memberi penegasan, apa yang dilakukan berkenan di hati Anda.
Ada dua jenis pujian pada anak, yaitu Pujian terhadap diri anak, karena Anda mencintainya, setiap saat Anda menyebutnya “si cantik”, “anak pintar”, apapun kondisi anak. Kedua Pujian terhadap sesuatu yang dilakukan oleh anak, yaitu pujian yang diberikan karena anak melakukan sesuatu yang baik. Banyak orang tua yang senang memuji anaknya sendiri. Namun, jangan berlebihan. pujian orangtua yang berlebihan dapat membuat anak menjadi narsis.
"Anak-anak akan merasa lebih baik daripada orang lain. Mereka juga menuntut perhatian terus-menerus dan kekaguman dari orang lain,"
Menurut ahli, anak akhirnya cenderung menjadi agresif ketika mendapat kritikan atau merasa terhina. Peneliti mengatakan, narsisme pada anak akan berkembang ketika orangtua menganggap anak mereka lebih istimewa dan lebih berhak dari yang lain. Orangtua yang memuji anaknya berlebihan sering kali mengklaim anak mereka sangat pintar.
Beberapa sumber mengatakan bahwa terdapat hubungan antara pujian berlebihan dari orangtua dengan sifat narsis pada anak. Namun, pengaruhnya tidak terlalu besar dan ada banyak faktor lainnya. Pujian bisa diberikan untuk membuat  anak merasa lebih dihargai. Namun, jangan berlebihan dan tak perlu menyampaikan bahwa anak mereka lebih istimewa atau lebih memiliki hak daripada anak lainnya.
Pujian yang berlebihan sebanding dengan kritik pedas yang belebihan, menghasilkan kepribadian narsistis. Menumbuhkan rasa overconfident, merasa bisa melakukan apa saja,tidak realistis menilai diri sendiri, sombong, merasa diri paling hebat. Bahkan karena pujian yang berlebihan anak akan kecanduan pujian, mengharapkan pujian setiap saat. Anak gelisah saat Anda tidak memuji karena anak tidak memperoleh sesuatu yang bisa membuatnya merasa nyaman.
Selain memuji, tanamkan juga nilai-nilai keyakinan pada Tuhan yang Maha Esa.

Jumat, 13 Maret 2015

10 Muharrom



`Berharap Hidayah Ilahi Robbi`

musa adalah orang paling beruntung saat ini, beliau dapat lari dari kepungan pasukan fir`aun dan para tentaranya. cara yang dilakukan juga terkesan tidak biasanya, yaitu dengan melewati lautan --laut merah-- yang terbelah dengan sentuhan tongkatnya. kejadian ini kini sangat menggigilkan tiga kelompok besar penerima tugas-tugas Ilahiyah, Islam, Nasrani, dan Yahudi. ketiga kelompok agama memperingati kejadian tersebut dengan berpuasa pada hari itu.
peringatan yang telah berabaf-abad lalu dilakukan memanifestasikan gerombolan-gerombolan agama itu terus bersikeras memperebutkan kekuasaan preogratif di daerah masjid Aqsho dan sekitarnya, bahkan sampai kini dapat kita lihat polemik tentang ketegangan otot tersebut. Israel sebagai lambang negara Yahudi menginjak negara palestina yang dikondisikan sebagai semut kecil yang tak patut hidup sejajar dengan manusia lainya.

`peringatan puasa 10 asyuro` ditekankan bagi Muslim dan diletakkan sebagai puasa dengan derajat kedua setelah puasa Romadlon, karena anggapan bahwa Islam lebih berhak tehadap peringatan itu dibandingkan gerombolan agama lainya`.
secara naluriah manusia sering terjebak pada hal-hal yang bersifat materi, perebutan masjid aqsho adalah hal besar yang dapat ditengarahi sebagai perebutan materi yang gagah dan penuh janji-janji kedamaian, padahal gak banget kan?? namun saling tusukl menusuk ego semakin kentara, bahkan ada yang bilang bahwa dengan masjid aqsho ada dalam kekuasaan kita, maka akan meninggikan gengsi agama yang menguasai.
entahlah, esensi seakan hanya bayang-bayang materi, esensi tak banyak disadari, malah banyak manusia yang kehilangan esensi karena mempeributkan hal-hal yang bersifat `materi` dari orang lain, lucu banget kan, padahal mau jungkir balik gimanapun rasa spritual --keimanan-- tidak selalu berhubungan dengan keindahan dan kejelekan materi.
so.., boleh perang
dan teruslah menghujamkan bom untuk tembok-tembok yang mengganggu..
jikalau kau tetap menuhankan Materi sebagai penggiringmu...!
lantas beranjaklah...
karena menyadari bahwa tidak kekuatan kecuali darinya.. butuh waktu...
pelan-pelanlah melangkah, karena SUNGGUH --jika kita mencoba sadar diri-- bila didasari semangat TAUHID (mengesakan Dia) tidak ada suatupun yang cukup etis kita banggakan.
terima kasih Muhammad kau telah menuntunku memahami bahwa penyerahan diri adalah kesuksesan yang tiada tara... terima kasih Muhammad dan segenap tentara-tentaraMu. penghargaan tertinggi untukMu dari aku yang selalu mengharapkan kecupanMU, cup!

Getir


Ku seharusnya tahu apa itu film basic insting..
aku melonjak saat psikoanalisa mengganggu pada banyak pribadi
aku selalu terkacaukan oleh orang lain, membuatku menangis, dan ternyata rasanya sulit memerankan diri menjadi manusia rasanya aku ingin jadi malaikat saja, agar tidak usah mikir

kuhilangkan kepenatan sejenak berkumpul dengan bini karena peran juga turut menentukan apa yang biasa dilakukan, bawaan orok mungkin..

Waktu kuproyeksikan dengan menyibukan pada hal yang tak terlalu berguna
aku desak untukberpikir positif dengan peranku
dan tak pelak kukeluarkan trik agar manusia lain penasaran terhadapku, meski rada narsis tentunya
kujemput lagi pemahaman diriku and say `i need talk to u, call my phone!`meski dengan pura-pura tidak membutuhkan kutedengi lagi dengan kegiatan yang tak patut kuhiraukan untuk memahami apa yang sebenarnya kurasakan kuakui kalo aku amatiran, bahkan sampai karya yang kupublikasikan
aku sedikit mengganggunya dengan menggelitik nalurinya.

Kutegaskan dengan sungguh bahwa aku butuh dia sebagai manusia bukan itu (materi dari kegiatanya) sedikit kugelitik lagi dia dengan secercah guyonan, karena kutahu dia juga simpatik dengan keadaan diriku kegelitik lagi dia i say `udah kelar merenungnya telpon aku dong!`
kugugah dia untuk menulis, karena aku benar-benar butuh dia, dan kucoba menulis meski dengan kelelahan otak, karena aku dipaksa dengan tulisan yang realistis dan produktif.. sungguh itu mengganggu RASA dan kutawarkan obat saat kutahu dia dah kleppar-klepper karenaku
lagi-lagi kubuat bom tuk mengusik agar tulisanya lebih realistis, tambah sakitlah aku...
emang kusadari aku sekali waktu aku ramah, waktu yang lain kulabrak dia dengan penilaian kalo dia bertelel dia balik ngebom dengan mencercah soal yang tak kumengerti, karena aku suka dengan kepribadianya kucambuk dia karena yang kubutuhkan dibalasnya dengan air tuba
kutampakan diriku kalo aku sang filosof, sang Pemikir, Si Lincah, tepatnya orang yang suka ngebom orang lain dengan sekehendak nalurinya

Kutampakan simpatiku dengan menanyakan keadaanya, kubilang `BOSAN` penyakit yang sering dikumandangkan saat-saat tertentu, dan kebanyakan manusia tidak menyadari akan datang dan perginya perasaan itu. bahkan beragam penelitian keilmuan
biarkan waktu teruslah berlalu..
mencintaimu penuh dengan rasa sabar
cintaku begitu besar padamu
namun kau tak pernah bisa merasaknya!!!



bosan biasanya terjadi saat individu tidak mendapatkan respon yang humanistik dari orang lain, sikap, perkataan, atau bahkan karena lirikan mata. Stimulus-Respon (SR) sangat bergantung tentang keadaan individu masing-masing, tersenyum akan menjadi bencana bagi individu lain yang sedang dirudung musibah, dan kadang gertakan menjadi pujian bagi individu yang sangat mengidolakan si penggertak. begiatulah ada kemudian asumsi bahwa `pecinta` tidak dapat lagi melihat kebajikan berkostum putih, dan tidak menyadari baju hitam sebagai simbol keterpurukan.
paham keilmuan kini mulai menyadari bahwa kehidupan Manusia tidak mementingkan ilmu yang meluas tanpa memperhatikan kehidupan (budaya dan sosial) lokal kemasyarakatan. menteri Dinas Pendidikan bergegas dan serius untuk membawa kehidupan pelajar lebih mengenal lingkungaan sekitarnya --tentunya masih proses yang banyak kendala--, terbukti dengan membumingnya bantuan-bantuan untuk proses `lokal`isme tersebut.
Bukan hanya kaum intelek yang menyadari bahwa kehidupan lokal akan lebih memberi manfaat yang praktis dari pada terus berkutat pada globalisasi pemasaran. dapat dilihat dari iklan juga mulai sumringah dengan dialektika sosial yang lebih memasyarakat, meski cenderung tidak akrab dan lebih menimbulkan bahaya life style individu.

MOTIVASI BELAJAR



Individu yang aktif melakukan sesuatu pasti ada yang mendasarinya, dan individu yang tidak mau melakukan pasti ada alasanya. Seperti dikatakan oleh McCown dkk. (1996) salah satu aspek orang melakukan sesuatu adalah adanya alasan mengapa ia melakukanya. Dorongan yang ada pada diri seseorang untuk melakukan sesuatu disebut motif. Ada beberapa istilah lain yang sering ditukar dan tidak konsisten dalam pemakaianya yaitu motive, drive, dan needs (Edwards dan Scannell, 1969). Disini peneliti menggunakan istilah motif. Hersey dan Blanchard (1997) mengatakan motif adalah kebutuhan, keinginan, dorongan, atau impuls. Tidak jauh berbeda dari pengertian di atas adalah yang dikatakan oleh Gerungan (1966) bahwa motif adalah meliputi semua penggerak (keinginan, dorongan, hasrat, alasan) dalam diri seseorang yang menyebabkan ia berbuat sesuatu. Pendapat yang lain dikemukakan oleh Sorenson (1977) bahwa motif adalah fikiran (thought) atau perasaan (feeling) yang bekerja sebagai suatu drive dengan kekuatan besar untuk mendorong seseorang melakukan suatu tindakan tertentu dan bukan tindakan yang lainya pada suatu saat tertentu. Ahli lain, yait Grinder (1978) mengatakan motif adalah drive dari dalam diri individu yang menimbulkan, mempertahankan, dan mengarahkan perilkau ke arah tujuan.
Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa motif ialah faktor internal yang ada dalam diri individu, yang merupakan kesiapsiagaan untuk melakukan suatu aktivitas guna mencapai suatu tujuan. Kesiapsiagaan tersebut bisa muncul oleh stimulasi internal maupun eksternal.

Menurut Chauhan (1978) motif dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu:
  1. physiological motives, yaitu motif-motif yang esensial bagi kelangsungan hidup organisme.
  2. social motives, yaitu motif yang dasarnya dari motif fisiologik kemudian muncul dan berkembang secara gradual sejala dengan pertambahan usia individu melalui interaksinya dengan lingkungan sosial, dan
  3. personal motives, yaitu motif khusus yang bersifat individual sesuai dngan struktur kepribadian masing-masing individu. Mengikuti pendapat Chauhan di atas, maka tindakan individu untuk mencapai tujuan tertentu dapat didasari oleh alasan-alasan fisiologik, sosial, dan personal.
 Motif dan motivasi merupakan istilah yang mirip atau sama, keduanya suatu faktor utama yang mempengaruhi dan merupakan kekuatan yang menyebabkan individu bertingkah laku (McClelland, 1987). Motivasi merupakan bentuk aktual, sedangkan motif lebih merupakan bentuk potensial (Heckhausen, 1968).
Hersey dan Blanchard (1977) mengatakan bahwa motivasi adalah kemauan untuk berbuat sesuatu. Apabila motif menjdi aktif maka muncul gerakan melakukan aktivitas mencapai tujuan sesuai dengan motifnya. Aktivitas mencapai suatu tujuan berdasar motifnya inilah yang disebut motivasi. Ada beberapa perngertian tentang motivasi, yang satu dengan yang lainnya secara substansial tidak berbeda, dan oleh karenaya perbedaan yang ada harus dipandang sebagai suatu yang positif, yaitu untuk menambah pemahaman tentang hakekat arti motivasi.
Menurut Bernard (dalam Chauhan, 1978) motivasi menunjuk pada semua fenomena yang ada dalam stimulasi terhadap suatu aktivitas tertentu untuk mencapai suatu tujuan yang sebelumnya tidak ada atay sedikit aktivitas yang engarah pada pencapaian tujuan tersebut. Ahli lain, yaitu Atkinson (dalam Chauhan, 1978), mengatakan bahwa motivasi adalah pemunculan kecendrungan berbuat untuk menghasilkan satu atau lebih efek. Sedangkan Chauhan (1978) mengartikan motivasi sebagai suatu proses pemunculan gerakan dalam organisme. Gerakan tersebut dihasilkan dan siatur melalui pelepasan energi. Menurut Sorenson (1977) motivasi pada dasarnya tergantung pada need dan drives individu, yang mengahsilkan keinginan untuk berbuat. McCown, dkk. (1996) mengartikan motivasi sebagai suatu disposisi individu uang dicirikan oleh keinginan utnuk memulai melakukan sesuatu, melanjutkan keterlibatanya dalam neraktivitas, dan memiliki komitmen dalam periode periode waktu yang realtif lama. Seperti juga dikatakan Chauhan (1978) bahwa seseorang yang melakukan aktivitas berdasar motivitasi, memiliki ciri-ciri perilaku selektif, good oriented, dan persisten (jangka lama).
Slavin (1991) mengatakan bahwa motivasi memiliki intensitas dan arah, yang oleh Gage dan Berliner (dalam Slavin, 1991) intensitas motivasi dianalogikan sebagai mesin mobil dan arah motivasi dianalogikan sebagai kemudinya. Motif akan berubah menjadi motivasi apabila ada stimulasi, jika sumber stimulasinya berasal dari dalam diri individu maka motivasinya disebut motivasi intrinsik. Seperti dikemukakan oleh McCown dkk. (1996) motivasi intrinsik terjadi apabila individu melakukan aktivitas karena alasan-alsan internal, seperti kepuasan atau kesenangan dalam beraktivitas. Kepuasan dalam melakukan hal yang baru, rasa ingin tahu, atau memiliki minat pada objek, sedangkan motivasi ekstrinsik terjadi apabila individu melakukan sesuatu karena alasan-alasan eksternal. Seperti untuk memperoleh credit points, agar mendapat pujian, dan sebagainya.
Kekuatan motivasi seseorang tidak tergantung pada stimulasi internal atau eksternal, tapi yang pasti persistensi motivasi ekstrinsik. Seperti dikemukakan oleh McCown dkk. (1996) intrinsik atau ekstrinsik motivasi seseorang akan membaw konsekunsi yang berbeda bagi kesinambungan motivasi tersebut. Seseorang yang melakukan sesuatu dengan motivasi intrinsik akan dapat lebih lama bertahan dan terlibat dalam aktivitas tersebut, serta lebih memiliki komitmen terhadap aktivitas tersebut dari pada orang yang motivasinya ekstrinsik. Orang yang motivasinya ekstrinsik akan segera menghentikan kegiatanya apabila sumber motivasi yang berasal dari luar dirinya sudah tidak ada.
Beberapa teori motivasi yang secara relatif dapat menjelaskan perilaku motivasi secara lebih rinci adalah Maslow`S Hierarchy Of Needs, Expectancy Theory Of Moivation, Achievement Motivation Theory, Two Factor Theory, dan Theory X And Y dikemukakan pada uraian berikut.
1. Maslow`S Hierarchy Of Needs
Salah satu teori motivasi terkenal yang mendasarkan diri pada kebutuhan Manusia adalah yang dikemukakan oleh Abraham Maslow, yaitu NeedsHierarchy Theory.
Maslow (dalam Chauhan, 1978) mengemukakan bahwa motivasi seseorang untuk melakukan sesuatu ditentukan oleh kebutuhan yang paling dominan pada saat itu. Orientasi perilaku individu terutama adalah pemenuhan kebutuhan yang paling dominan tersebut. Maslow menggolongkan kebutuhan manusia menjadi lima kelompok secara hierarkis, mulai dari kelompok kebutuhan yang paling rendah sampai pada kelompok yang paling tinggi.
Kelompok kebutuhan pada hirarkhi yang pertama, yaitu kebutuhan-kebutuhan fisiologik (physiological needs) yaitu kebutukan-kebutuhan dasar Manusia agar ia dapa survive, meliputi kebutuhan `pangan` (makan dan minum), `sandang` (pakaian), `papan` (runah), dan kebutuhan meneruskan keturunan. Kelompok kebutuhan kebutuhan rasa aman (safety needs), meliputi kebutuhan rasa aman dari sakit, rasa aman dari ancaman, aman dalam bekerja, aman berkeluarga, dsb. Kelompok kebutuhan hirarkhi yang ketiga adalah kebutuhan sosial (elongingness and law needs), yaitu kebutuhan akan hubungan yang bermakna dengan orang lain, yang meliputi kebutuhan utnuk berinteraksi dan berafiliasi dengan orang lain, mencintai dan dicintai, rasa diterima oleh kelompok, rasa memiliki, rasa dibutuhkan oleh orang lain, dan sejenisnya. Kelompok kebutuhan hirarkhi yang keempat adalah kebutuhan-kebutuhan akan rasa harga diri atau kebutuhanuntuk dihargai (esteem needs), yaitu meliputi penghargaan, pengakuan, pengakuan, status, prestise, kekuasaan, dsb. Kelompok kebutuhan hirarkhi yang kelima yaitu kebutuhan yang hirarkhinya paling tinggi adalah kebutuhan untuk aktualisasi diri (self actualization needs), yaitu kebutuhan untuk mengekspresikan atau memanifestasikan potensi-potensi positif secara optimal. Misalnya kalau ia seorang Siswa maka ia akan mengembangkan semua potensi yang ada untuk memenuhi tugas-tugas yang diberikan oleh Guru bidang studi.
mengelompokan hirarkhi kebutuhan tersebut ke dalam tiga kategori, yaitu deficiency needs, growth needs, dan self actualization needs. deficiency needs adalah kebutuhan-kebutuhan dasar yang dibutuhkan manusia bagi kesehatan fisik dan psikisnya, growth needs adalah kebutuhan untuk mengetahui, menilai, dan mengerti sesuatu, dan self actualization needs adalah kebutuhan untuk mengembangkan potensi secar penuh.
Berdasar hirarkhi kebutuha manusia tersebut, lebih lanjut Maslow (dalam Chauhan, 1978; McCown dkk., 1996)diasumsikan bahwa orientasi peilaku atau motivasi seseorang adalah untuk memenuhi kebutuhan yang menduduki prioritas pertama untuk dipenuhi. Kalau kebutuhan akan pangan, sandang, dan papan untuk dirinya dan keluarganya belum tercukupi, maka aktivitas-aktivitas yang bermuara pada diperolehnya kebutuhan-kebutuhan tersebut akan dapat membangkitkan motivasinya, sedangkan kelompok kebutuhan yang hirarkhinya lebih tinggi menduduki prioritas yang lebih rendah. Selanjutnya apabila kelompok kebutuhan-kebutuhan fisiologik ini terpenuhi, maka orientasi perilaku dan motivasinya adalah berdasar pada pemenuhan kebutuhan yang hirakhinya satu tingkat di atasnya, yaitu kebutuhan rasa aman, Aman kesehatan dirinya dan keluarganya, aman dari ancaman terhadap kebutuhan fisiologik yang sudah dimilikinya, dsb. Kalau kebuituhan rasa aman ini terpenuhi maka perilaku motivasinya berorientasi pada kebutuhan sosial, dan seterusnya, sampai pada hirakhi kebutuhan yang paling tinggi, yaitu aktualisasi diri.
 
2. Expectancy Theory Of Moivation
Edwards dan kemudian Atkinson (dalam Slavin, 1991) mengembangkan teori motivasi yang didasarkan pada formula sebagai berikut:
 
 
Motivasi = Pekiraan sukses x nilai insentifnya kesuksesan
 
 
Formula di atas disebut sebagai Expectancy-Valance Model karena teori ini sepenuhya tergantung pada harapan-harapan seseorang terhadap reward (Feather, dalam Slavin, 1991). Apa yang dinyatakan oleh teori ini adalah bahwa motivasi seseorang utnuk mencapai seuatu tergantung pada produk atau hasil kali antara estimasi tentang taraf kemunkinan sukses apabila ia mengerjakan sesuatu itu dengan nilai yang akan diperoleh atas kesuksesan tersebut (nilai insentif kesuksesan). Bila seseorang Siswa misalnya, berfikir bahwa ia mampu berkompetisi dengan siswa yang lainya untuk menulis artikel yang baik, dan sekolah akan memberi penghargaan terhadap artikel yang baik sementara ia sendiri menilai penghargaan tersebut merupaka prestise tersendiri bagi siswa di sekolah, amak ia akan bekerja keras untuk membuat artikel yang baik (motivasi tinggi).
Satu aspek penting dari formula di atas adalah bahwa formula tersebut bersifat multiplikatif (Slavin, 1991), artinya apabila seseorang memperkirakan bahwa kemungkinan suksesnya tidak ada untuk mengerjakan sesuatu, sekalipun nilai insentif kesuksesanya tinggi bagi dirinya, maka motivasi untuk mengerjakannya tidak ada. Demikian pula sebaliknya, jika seseorang emperkirakan bahwa kemungkinan suksesnya besar akan tetapi nilai insentif kesuksesanya tidak berarti bagi diriya, maka motivasi untuk mengerjakanya juga tidak ada.
Atkinson (dalam Slavin, 1991) menambahkan bahwa apabila seseorang yakin sekali bahwa ia akan berhasil dalam mengerjakan suatu tugas, hal ini dapat mengganggu motivasinya, karena ia tidak berusaha dengan kekuatan yang maksimal. Menurut Davidoff (1980) seseorang ang memiliki kemampuan yang tinggi dan self efficacy yang tinggi untuk dapat berhasil dalam mengerjakan sesuatu, tidak akan melakukan perbuatan tersebutapabila prasarana dan sarana tidak tersedia dan ia tidak melihat adanya insentif.
 
3. Achievement Motivation Theory
Menurut McClelland (Slavin, 1991; McCown, dkk. 1996) motivasi berprestasi (Achievement Motivation) adalah suatu keinginan atau kecendrungan untuk mengatasi hambatan atau perintang dan menyelesaikan tugas-tugas yang sulit melalui kekuatan usaha. Motivasi berprestasi dapat memanifestasikan dirinya sebagai suatu sikap competitive dan willingness Untuk mengambil resiko tertentu.
Perilaku yang beorientasi kepada prestasi (Achievement-Oriented Behaviour) adalah perilaku yang berusaha untuk mencapai standard of excellency. Individu yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi akan tertarik pada pekerjaan yang mengandung tantangan bagi dirinya. Apabila ia memutuskan untuk mengerjakan sesuatu maka ia mengantisipasi hambatan-hambatan yang ada, strategi untuk melaksanakan dan mengatasi hambatan-hambatan yang ada, strategi untuk melaksanakan dan mengatasi hambatan, serta konsekuensi dari strategi pelaksanaan tersebut. Karena orientasi hasil kerjanya adalah pada standard of excellency, maka sekalipun ia menyukai pekerjaan yang menantang ia tidak akan melakukan pekerjaan tersebut apabila menurut pertimbanganya ia akan gagal. Keberhasilan dalam menyelesaikan pekerjaan yang menantang merupakan reward yang bersifat intrinsik bagi mereka.
 
4. Two Factor Theory
Teori ini sebetulnya lebih merupakan teori yang menjelaskan tentang kepuasan manusia dalam bekerja. Namun teori ini dapat dipakai untuk menjelaskan motivasi seseorang, dengan asumsi bahwa kepuasan akan berpengauh positif terhadap motivasi orang tersebut.
Teori ini dikemukakan oleh Herzberg ini (dalam Wexley dan Yukl, 1977 dan Hersey dan Blanchard, 1977), sesuai dengan namanya, terdiri atas dua faktor yaitu hygiene factors yang meliputi upah, rasa aman, status, kondisi kerja, hubungan kerja, dan sebagainya; dan satisfiers factors yang meliputi kemungkinan untuk maju dan berkembang, adanya tanggung jawab, pekerjaan yang menarik, pengakuan atas hasil kerja, dan sebagainya. Anatara kedua faktor tersebut tidak ada garis kontinum yang menghubungkanya, hygiene factors terpisah dari satisfiers factors. Artinya, orang yang tidak memiliki rasa tidak puas dalam kerja bukan berarti memiliki rasa puas dalam kerja.
Menurut Herzberg (dalam Wexley dan Yukl, 1977 dan Hersey dan Blanchard, 1977), terpenuhinya factor-faktor dalam hygiene factors tidak akan menimbulkan kepuasan bagi individu akan tetapi rasa tidak puas mereka tidak ada. Individu baru merasa puas apabila faktor-faktoryang termasuk satisfiers factors terpenuhi. Contoh kongkritnya adalah pemberian nilai yang cukup tidak akan menimbulkan kepuasan pada individu siswa melainkan rasa tidak puas individu siswa hilang. Hal ini terjadi karena menurut Herzberg, pemberian nilai bukan etrmasuk dalam kelompok satisfiers factors, malainkan hygiene factors, yaitu faktor-faktor yang memang dibutuhkan untuk dapat bekerja secara sehat. Sebaliknya, apabila individu dalam bekerja dapat mencapai prestasi tinggi, mendapat pengakuan atas hasil kerjanya, pekerjaan yang ia lakukan menarik sehingga ia enjoy dalam bekerja, diberi tanggungjawab, dan ada peluang untuk maju dan berkembang dalam bekerja, maka individu akan memperoleh kepuasan dalam bekerja, karena faktor-faktor tersebut merupakan satisfiers factors. Jadi menurut teori ini pemuas di dalam bekerja bekerja berasal dari individu dan pekerjaan itu sendiri, dan bukan dari lingkungan fisik.
 
5. Theory X And Y
Teori yang dikemukakan oleh Douglass McGregor (dalam Wexley dan Yukl, 1977 dan Hersey dan Blanchard, 1977) ini memandang hakekat Manusia dengan dua asumsi yang saling berlawanan. Asumsi teori x adalah bahwa pada dasarnya kebanyakan Manusia malas, tidak senang menerima tanggungjawab, lebih suka dikontrol dan diawasi dalam bekerja, dan tidak ingin kebebasan. Mereka akan termotivasi dalam bekerja apabila digunakan prinsip reward dan punishment dalam organisasi kerja, dilakukan pengawaan secar ketat atas kerjanya, diberi tugas-tugas yang jelas dan berstruktur. Berdasar uraian tersebut maka jelas bahwa individu yang sesuai dengan asumsi teori x ini motivasinya adalah ekstrinsik.
Asumsi teori y adalah bahwa pada hakekatnya Manuisa suka bekerja, kontrol terhadap diri sendiri adalah esensial, kebanyakan orang adalah kreatif dan self directed. Berdasar uraian di atas maka individu yang karakteristiknya sesuai dengan asumsi teoriy y ini motivasinya adalah intrinsik.
Berdasar atas teori-teori motivasi yang diuraikan di atas, maka motivasi individu untuk melakukan sesuatu didasari oleh dorongan untuk memenuhi kebutuhan yang paling menonjol (Maslow`S Hierarchy Of Needs), diperolehnya faktor-faktor yang menjadi pemuas kerja (Two Factor Theory), karakteristik individu yang bersangkutan (Theory X And Y), adanya tantangan dan reward intrinsik dalam bekerja(Achievement Motivation Theory), dan adanya harapan untuk sukses dan nilai insentif atas kesuksesan, serta tersedianya fasilitas yang diperlukan (Expectancy Theory Of Moivation). Kalau faktor-faktor yang menimbulkan motivasi kerja tersebut dikelompokan berdasar elemen-elemen organisasi kerja, maka terdapat tiga sumber motivasi kerja, yaitu yang berasal dari individu, dari hakekat pekerjaan itu sendiri, dan dari institusi beserta lingkunganya.
 
Lebih spesifik lagi Dollard dan Miller menyimpulkan bahwa sebagaian besar dorongan sekunder yang dipelajari Manusia, dipelajari melalui belajar rasa takut atau anxiety. Mereka juga menyimpulkan bahwa untuk bisa belajar individu harus want something (menginginkan sesuatu), notice something (mengenali sesuatu), do something (mengerjakan sesuatu), dan get something (mendapatkan sesuatu).
Hal tersebut di atas yang kemudian diuraikan menjadi empat komponen utama belajar, yakni drive, cue, respon, dan reinforcement. Drive adalah stimulus dari dalam organisme yang mendorong terjadinya kegiatan tetapi tidak menentukan bentuk kegiatanya. Kekuatan drives tergantung kekuatan stimulus yang memunculkanya, semakin kuat drivesnya, semakin keras usaha yang akan dihasilkanya. Cue adalah stimulus yang memberi petunjuk perlunya dilakukan respon yang sesungguhnya, jenis dan kekuatan cue sangat bervariasi, dan variasi reaksi itu menentukan bagaimana reaksi terhadapnya. Respons adalah aktivitas yang dilakukan individu, suatu respon dikaitkan dengan suatu stimulus, dan respon itu harus terjadi terlebih dahulu. Misalnya anak tidak akan mulai belajar membaca sampai dia nyata-nyata mulai mencoba membaca. Dalam situasi tetentu, suatu stimulus menimbulka respon-respon yang berurutan, belajar akan menghilangkan beberapa respon yang tidak perlu, dan akan diganti dengan resultant hierarchy yang lebih efektif mencapai tujuan yang diharapkan. Reinforcement atau consequence dari tingkah laku, ini juga sering didefinisikan sebagai Drive reduction (pereda dorongan).